Rabu, 01 Februari 2012

Sejarah Islam Ditulis Dengan Hitamnya Tinta Ulama Dan Merahnya Darah Syuhada. –Abdullah Azzam--


Bagi kita, para aktivis tentu menyadari bahwa menulis merupakan salah satu cara menyampaikan ide-ide, pemikiran kepada masyarakat. Menulis menjadi salah satu media dakwah. Karena kitapun tahu, media informasi, kini dijadikan alat untuk meracuni pikiran orang-orang dunia.

Tidak semua memang, namun tidak bisa dipungkiri, ada yang berwajah asli sebusuk itu. Ada media yang bertujuan menyesatkan fikir masyarakat. Membentuk opini sesat ditengah-tengah kita. Memberi pemahaman dan pengetahuan yang salah kaprah dan pengajaran-pengajaran yang menyimpang.

Tidak sedikit pula media yang meruntuhkan tauhid. Meretakkan akhlak. Banal. Porno. Baik itu berwajah semacam koran, majalah, tabloid, TV, buku, komik dan yang tak ketinggalan adalah layanan internet. Disana setiap orang bisa mencari apa saja, dari yang berguna sampai yang sampahpun ada.


Eksistensi media-media itu, yang memang dekat dan akrab dengan kita memungkinkannya menjadi “Sahabat” bahkan bisa jadi menjadi “guru agama” dalam berbagai macam masalah.

Cukup mengklik sebuah kata di mesin pencari Google, akan muncul ratusan macam “jawaban” atas apa yang dimaksud. Baik itu salah, ataupun benar. Tv-tv, koran-koran dan lainnyapun berkemungkinan menjadi “guru agama.”


Siapa yang mengajarkan wanita-wanita di negeri ini tentang betapa tidak masalah mempertontonkan aurat di depan khalayak? Buka sana-buka sini. Bukankah iklan terbanyak di televisi adalah tentang kosmetik? Yang semua modelnya adalah para wanita?

Siapa pula yang mengajarkan tentang “jilbab” hati? Lalu menganggapnya sebagai tahapan yang harus dilalui sebelum jilbab rambut? “kalau aku sih masih terus berproses menjilbabi hati, nantilah kalo sudah bisa dan dapat hidayah baru aku memakai jilbab tubuh.”


Tengok saja contoh “pengkafiran” akidah ummat Islam melalui kalimat “Semua agama itu benar.” Kalimat ini digaungkan lewat media dan dibaca, diresapi, dipahami, dan diakui oleh penduduk Indonesia yang mayoritas muslim ini.

Mereka, penyebar kesesatan ini tersenyum, barangkali terbahak, bagaimana tidak; Orang Muslim meyakini konsep tri in one, tuhan itu tiga; satu dalam tiga, tiga dalam satu.

Mengakui yang berarti juga mengimani tuhan para Budha, Kong Hu Cu serta agama yang lainnya. Jika begini, katakanlah akidah macam apa yang mereka tawarkan itu??


Lalu, siapa yang membentuk arus opini dan paradigma bahwa orang yang berjenggot, berceramah tentang jihad, ingin menegakkan kembali aturan Allah adalah teroris? Siapa pula yang menggiring opini setiap kali ada bom meledak dan kekerasan agama yang melakukannya adalah ISLAM? Padahal Islam dan terorisme adalah dua kata yang bertolak belakang.

Apa sebenarnya mau media menggandengkan dua kalimat ini? Apakah ini buah ketidaksengajaan? Bodoh kita jika mengatakan begitu. Betapa seringnya ketidak sengajaan itu terjadi.

Ini jelas ada konspirasi keji dibelakang semua itu. Jelas ada upaya “pembunuhan” Islam melalui media. Menumpulkannya, membentuknya menjadi Agama kekerasan. Agama teroris. Dengan begitu teracunilah otak-otak orang Islam, untuk kemudian menjadi Islam yang apatis. Orang Islam yang mati.

Orang Islam yang tidak memiliki kekuatan. Orang Islam yang membenci agamanya sendiri. Orang Islam yang banci. Orang Islam yang mengekor kepada kaum kuffar. Naudzibillah …


Media juga dipakai sebagai alat penutup kebusukan kelakukan para elit politik. Mengembor-gemborkan keberhasilan pemerintah dalam mengurusi masalah rakyat, padahal pada faktanya semua itu adalah bulshit, omong kosong?

Maka jelaslah, media memiliki kekuatan dahsyat ditengah masyarakat dalam menciptakan “arus perubahan”, terlepas apakah itu baik atau sebaliknya.


Maka kawan, jika sudah begitu, terang pula bagi kita bahwa harus ada media perlawanan yang mampu meruntuhkan hegemoni dan dominasi media-media sesat itu. Harus ada penjernih ditengah kekeruhan ide-ide. Harus ada penawar terhadap racun-racun pemikiran yang dilontarkan musuh-musuh islam itu.

Sebab jika tidak dilawan maka terus dan rerus akan semakin meluas. Perusak akhlak dan pendangkal akidah itu tidak boleh dibiarkan bergerak semakin gila. Sekali lagi harus ada perlawanan. Harus ada tulisan tanding bagi mereka.


Disinilah, tempat dimana penulis-penulis Islam Ideologis seharusnya memiliki alasan untuk tetap dan terus menulis. Mereka, para penulis ideologis ada untuk mengubah paradigma sesat orang-orang sekuler, atheis, peminis, liberal, komunis, salibis dan para korbannya. Mereka ada untuk memasukan kalimat “Tiada tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah” ke dalam pikiran dan jiwa penduduk dunia.

Selain itu, mereka juga ada untuk terus memperjuangkan dan memberikan pemahaman bahwa kelak, KEMULIAAN ISLAM yang sekarang terserak ini akan kembali tegak dan meruntuhkan hegemoni kesesatan dunia. Mereka ada sebagai pemberi kabar buruk untuk kaum barbar. Bahwa musuh Allah pasti hancur. Dan Islam pasti menang dalam wujudnya sebagai satu Negara bernama Daulah Khilafah Islamiyah.




Save Page URL


SHARE TWEET
Terimakasih sudah membaca artikel Sejarah Islam Ditulis Dengan Hitamnya Tinta Ulama Dan Merahnya Darah Syuhada. –Abdullah Azzam-- dengan URL https://oase-fiza.blogspot.com/2012/02/sejarah-islam-ditulis-dengan-hitamnya.html. Sempatkan juga untuk membaca artikel-artikel menarik lainnya.

0 komentar:

Tulis komentar anda untuk artikel Sejarah Islam Ditulis Dengan Hitamnya Tinta Ulama Dan Merahnya Darah Syuhada. –Abdullah Azzam-- di atas!